Oleh: Lintang Pathfinder

SEBARIS TANGISAN

Satu demi satu telah pergi 
Kini hanya tersisa pilu yang membekas menyesakan dada
Berkas cahaya jadi satu-satunya tempat mataku berpijak
Dihinggapi debu-debu rapuh dalam gelisah Bagai wadah tak bermakna dibuang lalu dicampakkan
Sebuah kekosongan tak berujung dan perlahan berangsur-angsur menghilang terkikis oleh masa kemudian terlupakan


PERSANGKAAN

Lupakan orang-orang itu 
Mereka sesungguhnya tak pantas bersanding denganmu
Mereka menebarkan kepulan-kepulan hitam sandiwara 
Memang sangatlah pedih
Tahu begitu, mengapa mereka tak ditelan bumi saja
Agar mereka tidak dengan mudahnya meremehkan anganku, angan angan kita.

MA'AF

Ma'afkan aku jika berego memilihmu 
Maafkanlah keluh kesahku
Sanggupkah! Atau pergikah! Berlalukah! Atau matikah!
Lekaslah beranjak jika telah puas

Nadia dan Dirham. Seperti itulah mereka menyebut nama mereka. Katanya, tiba-tiba seolah ada orang bersenandung menyanyikan lagu Dealova di telinga mereka ketika bertemu. Dawai, biola, dan piano serentak berirama memuja-muji pasangan muda-mudi itu.

Jarum jam menunjukan pukul 00.31 WITA. Nampaknya pemuda itu tak juga beranjak dari lamunannya.