Oleh: Lintang Pathfinder

# Kita adalah sepasang aku dan kamu, sedangkan kamu tanpa aku adalah penantian, menanti datang membawa cinta yang hilang untuk dicari, bersama untuk memaknai arti sebuah cerita.

# Ketinggian itu menyenangkan 

Dimana kita melihat hamparan bumi juga bebauan hujan menenangkan

Meski awan tertegun mendung karena dinginnya udara, hati tetap tentram bersama heningnya rasa bertaut-tautan

Kamu itu bumi, aku itu awan
Aku tetap memilih menurunkan hujanku agar kau kebasahan. Jadi, kau tak perlu khawatir menjadi tandus
Aku tak pernah tahu pada tetesan yang mana dahagamu bisa hilang
Namun itulah aku, memberi tanpa berharap balas.

# Wahai penyemangatku
Sedang apakah 
Lama rupanya kita tak bersua
Berbagi kisah romansa, bertukar deret-deret puisi
Hening namun mengasyikan, sunyi namun merindukan, jauh namun saling menantikan.

# Dikau adalah separuh hati tak terjamah di bawah rona-rona senja kemerahan
Langit itu tawamu, mendung itu tangismu
Aku penghuni langit
Menatapmu dari jauh, tahu bahwa tak mungkin menggapaimu
Hujan, tetaplah seperti ini biar sejuk temaniku. Paling tidak hadirnya ketenangan adalah bukti dari menjelmanya sebuah senyuman.

# Bulan maret yang mengesankan
Kucerita pada semilir angin, mengadu pada rintik hujan, mengisah tentang kita
Kulewati rumah-rumah kaca lalu sibuk terkesima melihat susunan lampu-lampu jalan di sudut kota.
Sebenarnya ingin kuadukan tentang menyusun kembali serpihan puzzle yang hilang. Itulah karaktermu. Misterius namun 
mengasyikan. 
Aku suka itu, tak pernah tak menyukainya.
Terima kasih pada Tuhan telah mengenalmu. Maka, janganlah patah karena terpaan angin, jangan hilang tertutup debu. Tetaplah menjadi yang dirindukan.

# Kudengar dari kejauhan lebatnya hujan berusaha menghujam bumi dengan gagahnya
Tanah pun berburuk sangka pada sang hujan
Tanah mengatakan, aku tidak ingin dikekang olehmu wahai hujan! menjauhlah, tubuhku jadi sesak. Karenamu benda-benda diatasku merapuh lalu rusak.
Selalu dan selalu saja tanah berburuk sangka. Hujan hanya terdiam tak memperdulikan. Sampai suatu ketika bertahun-tahun hujan tak pernah lagi membasahi bumi, tanah pun merindui setiap tetes derai hujan yang jatuh terdahulu
Ternyata hujan tidak salah, hujan hanya berusaha membuat apa yang berdiam diatasnya tumbuh dan berkembang. Ya, tanahlah yang terlalu berburuk sangka
Tanah pun kemudian merintih dan sampai suatu ketika tanah berkata, Aku sadar bahwa hujan teramat mencintaiku sebab setiap tetesnya ada namaku yang selalu ia gaungkan dalam do'a
Akulah yang tidak menyadari diamnya, akulah yang overprotektif terhadapnya
Hujan tak pernah menyatakan isi hatinya sebelum itu. Sayangnya, tanah baru menyadari hal itu setelah hujan pergi untuk selamanya.